Dipangku

Permisalan I
Ada Seorang Ustad (Sebut saja Zaid (Z) ) pengasuh pondok tertentu. Berminggu-minggu tampak resah dan tampak berfikir keras. Seolah ada yg dirisaukan. Benar saja, ketika ditanya oleh seorang sahabatnya (Sebut saja Agus (A)) “apakah yg membuat Ust Z risau?”.
Adalah suatu kebutuhan bagi keberlangsungan Pondoknya, yaitu butuh Banyak buku-buku penunjang, & itu jumlahnya banyak, artinya ada kebutuhan yg levelnya sangat pokok & mendesak utk jihad dakwah dibidang pendidikan.
Bpk A ini berusaha membantu “barang kali” bisa membantu, mencarikan bantuan atau founding atau semacamnya.
Tentunya ust Z tidak ikut campur dalam masalah tehnis mendapatkannya,
Singkat cerita dia (A) sangat dekat dengan seorang pengusaha yg sangat kuat financial, pengusaha ini bernama Budi (B).
hingga suatu hari, tiba-tiba di pondok ust Z ini kedatangan paket besar, yaitu banyak buku-buku yg sangat bagus-bagus hingga penuh 1 almari besar, bahkan Almari rak kacanya sekaligus.
Maka ust Z dlm hatinya sangatlah berterima kasih atas hibah tersebut, karena memenuhi kebutuhan hatinya yg dalam yg membuatnya risau selama ini. & bersyukur tentunya.
Disampaikan pula bahwa bantuan hibah ini dari seorang pengusaha (B).
Kasus / Permisalan II
Ada seorang anak ( yatim piatu sejak kecil ) - hingga dewasa, namun semenjak ditinggal kedua Org tuanya meninggal, diasuh oleh pamannya dengan Saangat… penuh sayang bahkan hampir melebihi anak kandungnya, sendiri.
Seorang paman yg mempunyai karakter yg bijak, ramah, cerdas, berwawasan sangat luas, perangainya pun ramah pula, dan lagi adalah mempunyai Jabatan & Power (Kekuasaan) di Provinsi tsb. Singkat kata termasuk Tokoh Besar yg Punya pengaruh.
* Dalam mindset kita selama ini khususnya karena terbiasa hidup di Indonesia – jawa.
Menilik 2 contoh kasus tersebut, bukankah ini disebut “Hutang Budi ?“

Andai kata dlm Kasus I :
Jika Pengusaha atau Si B punya hajatan dan butuh / meminta pertolongan Ustad Z, akankah Ust Z bias tinggal diam, bahkan menolak?
Dlm kasus II :
Seorang Paman tadi butuh rekan utk memenuhi hajatannya & meminta keponakannya utk mendukukng, akankah seorang keponakan ini bisa dgn mudah menolak ??

Singkat kata “Dipangku” adalah semacam di hutang-i budi / dibuat “Hutang Budi” secara terselubung hati dari pihak yg memberi kebaikan.
Dan ini lah yg sangat seringterjadi. kelemahan psyicology pada seseorang, terlebih orang Jawa.
Jika analogy itu tadi di abaikan, atau seorang yg terpangku tadi menolak, maka akan di cap sebagai seseorang yg tidak tahu budi pekerti baik, tidak tahu balas budi, dan ungkapan-ungkapan nyinyir lainnya.
Apalagi seorang ustad, maka dia akan di fitnah, diplintir, atau di propaganda dengan sebutan-sebutan “Ustad munafiqlah…, Ust Tak tahu budi lah…, atau Sebuatan2 nyinyir lainnya.
Dlm kasus II : seorang keponakan ini dikata-katain durhakalah / sebutan-sebutan buruk lain.
Dalam bersiasat untuk mendapatkan kekuasaan, budaya Dipangku ini sering kali dipakai & bisa dikata jebakan suap yg sangat lembut atau Psycotrap atau semacamnya. Karena apa ? Kebaikan yg diberikan pihak I sesungguhnya bukanlah kebaikan/pemberian yg ikhlas, tapi ada pamrih yg terselubung atau modus dibalik itu. & hal itu sifatnya lembut dan ikhfa (samar).
Strategi politik di-Pangku ini masih sangat Efektif BGT, utk mengganggu seorang rival, atau menjegal kubu lawan, dengan melemahkan gerak dari tokoh-tokoh utama lawan, bahkan menaklukkan.
Di dalam bernegara, pemerintah pun sangat berhati-hati terhadap budaya ini terbukti dengan adanya UU Gratifikasi.
Bukan hanya utk menghindari potensi suap saja, namun ada sisi lain daripada itu.

Ada kisah seorang pejabat yg menolak gratifikasi / hibah, namun sudah lama pihak istri sering mendapat jasa lain dari pejabat lain, andai suami menolak kerjasama dengan pejabat lain tersebut maka akan terjadi perpecahan dalam keluarga / cek – cok suami istri, & ini yg setidaknya melemahkan langkah atau manuver politik. Muncul perasaan malu, sungkan, pekewuh, dsc. dari pihak seorang istri, terlebih psyicology emak-emak pada umumnya jauh lebih sensi, namun kurang peka terhadap naluri siasat.
*kasus II diatas adalah peristiwa sejarah perjalanan Nabi besar Muhammad saw.
Bagaimana para tokoh-tokoh besar qurois menebarkah propaganda, atau menyematkan image, menamai beliau dengan julukan yg nyinyir kepada beliau, ketika tidak mau berhenti menebarkan ajaran dakwah pemahaman baru yg dibawa beliau saat itu, tidak mau utk mendukung atau melanjutkan budaya-adat – adat leluhurnya dan bahkan dianggap mengganggu keberlangsungan adat keyakinan mereka.
Dan jika dikatakan kepada mereka, marilah kalian kepada apa yang Allah turunkan kepada Rasul, niscaya mereka berkata, cukuplah bagi kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami berada padanya. Apakah (mereka tetap bersikap demikian) meskipun bapak-bapak mereka tidak mengetahui sesuatu apapun dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al-Maidah: 104)

Allah Azza wa Jalla berfirman mengingkari mereka:

adakah Kami memberikan sebuah kitab kepada mereka sebelum al-Qur`ân, lalu mereka berpegang dengan kitab itu ? Bahkan mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.”

[az-Zukhruf/43:21-22]
______________________________
Allah Azza wa Jalla berfirman memberitakan hal ini:

Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: “Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah Azza waJalla menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu”. [al-Mukminûn/23:24]

Dalam suatu kebiasaan adat/budaya, sering kali masyarakat lebih banyak mengedepankan perasaan pekewuh terhadap orang lain. takut atau risau jika mendapat image miring dari masyarakat, terlepas hal yg disikapi ini apakah bab yg Urgent/pokok/penting – atau tidak begitu penting/tidak urgent/ bukan hal yg pokok.

(… iki ngono ki tinggalane mbah-mbah e biyen lee…)
(…hal ini tu adalah peninggalan (warisan) leluhur / nenek moyang naak…)

Ok Brother Milenial… kembali ke masalah dipangku tadi.
Peristiwa ini lebih gamblang lagi di jelaskan dalam kisah nabi Musa as. & insya Allah anda akan lebih bisa merasakan Chemistry nya jika membaca penjabarannya dari peristiwa perjuangan nabi Musa as.
Fir’aun itu adalah seorang leader dgn intelektual tinggi, logic filsafatnya tinggi, wawasannya sangat luas.
Adalah Ramses II (juga disebut Ramses yang Agung/Ozymandiasbahasa InggrisRamesses II) adalah firaun Mesir ketiga yang berasal dari dinasti ke-19. Ia sering dianggap sebagai firaun terbesar dan terkuat dalam sejarah Mesir Kuno.*
Negaranya sangat Kuat hampir di segala Aspek, juga punya falsafah Ideologi Negara , Pol - Ek - Sos - Bud - Han – Kam, bahkan IPTek yg masih mengagumkan hingga sekarang dengan arsitektur serta pembuatan Piramid peninggalannya.
Kebijakan yg diambil tentang membunuh setiap bayi laki-laki yg lahir, adalah bukan dengan pemikiran yg asal saja, tapi Fir’aun & para menterinya sudah melalui proses pemikiran serta pembahasan yg sangat dalam, & fahm betul bahwasanya yg diramalkan oleh para penyihir, yang akan mengguncang kekuasaanya itu pastilah ada kekuatan yg Maha Dahsyat sampai-sampai…, muncul kasak-kusuk pertanyaan didalam kalangan internal pembesar, “kok bisa negeri yg sangat kuat & kokohnya ini, mulai dari karakter pemimpinnya (fir’aun sendiri), menteri-menterinya, Panglima militernya, hingga jajaran kedinasan kebawah yang sangat cerdas & pintar, yg kompak serta setia, …kok bisa di gulingkan atas sebab hanya dengan se – Orang laki-laki manusia biasa. “Pamor” Seperti apa yg bisa memalingkan rakyatnya / mengalahkan dari “Pamor” nya. Siapa yg bisa menandingi jasa-jasanya dalam memakmurkan negerinya, pertumbuhan ekonomi Negara yg tinggi, Negara tanpa hutang, membangun akses jalan tol, Pelabuhan-pelabuhan & akses kelautan, transportasi pesat, pertanian – perikanan, infrastruktur, kesehatan, pendidikan, sekali lagi …hampir di semua aspek & lini.
Apa tidak punya terima kasih kepada baginda raja, hingga berani mengingkari jasa-jasa yg sedemikian banyak & besar!? Kira-kira dari sudut pandang pada saat itu, andai ada seorang emak-emak karyawan pemerintah kerajaannya ada yg sedikit berseberangan pandangan, maka akan di sekak dgn pertanyaan, ”Ibu …!, ibu selama ini yg gaji siapa!?”. Seolah tidak ada yg lebih berjasa melebihi jasa-jasa negara.
Musa as, boleh dikata satu-satunya bayi yg tumbuh dgn selamat, disaat semua bayi laki-laki menjadi korban pembantaian, justru Tumbuh di dalam kerajaan itu sendiri, serta merasakan kehidupan istimewa istana yg super megah& sangat prestisius, artinya ada suatu kondisi warna alur kehidupan yg kontras.
Singkat kisah setelah kembali dari keterasingannya yg pertama pasca membunuh org kerajaan, & menghadap kembali kpd ayah tirinya (Fir’aun), sikap dakwah yg diperintahkan oleh Tuhannya (Alloh SWT), meski disampaikan dengan bahasa yang santun sekalipun, tetap menuai berbagai ujaran-ujaran. Banyak pemikiran yg muncul saat itu, bahwa musa dianggap sungguh “nglamak”, “seorang yg kurang bersyukur, gak tahu berterimakasih, durhaka, andai bukan dengan kebaikan hati serta jiwa kasih fir’aun, sungguh dia sdh dihabisi sejak bayi. Kehidupannya yg begitu kontras itu apakah tidak pernah difikirkan/direnungkan. Sungguh musa itu orang yg keblinger.”  Kurang – lebih demikian ungkapan yg merebak.
Sebenarnya keinginan fir’aun kepada musa itu tidak muluk-muluk, akuilah atau miliki sikap berterimakasih &“manut o..” bahwasanya hidupnya hingga sedewasa ini adalah karena kebaikan, kearifan jasa-jasa fir’aun. Kenapa dia (musa) justru punya ajaran baru & nuruti Tuhannya yg menjadikannya kurangwaras pasca membunuh org istana (di wkt lampau), dan kembali ke istana dgn bersikap tidak punya terimakasih, bersikap atau mengajak kepada hal yang neko-neko dan sok idealis, & bahkan terjebak sikap kurang bersyukur. Andaikata musa mau memohon ampun pada yg mulia sang paduka ayah tirinya & gak perlu macem-macem jadi aktivis (ajaran baru) yg berani sentil-sentil masalah kekuasaan / politik, maka selesai sudah… urip e kepenak.
Brother – Brother yg dirahmati Alloh…
Sebagai penanda jelang kiamat, sungguh akhir jaman ini adalah jaman fitnah yg sangat ruwet. Distorsi, Paradok, dikotomi makna, memplintir redaksi ucapan, dll. Sungguh sangat marak dilakukan oleh kecerdasan manusia, & absurd terhadap perbedaan antara Baik & Benar.
Dakwah para nabi & Rasul itu adalah menegakkan kebaikan yg Haq, bukan sekedar kebaikan.

ﺍﻟﻠﻬُﻢَّ ﺃَﺭِﻧَﺎ ﺍﻟﺤَﻖَّ ﺣَﻘّﺎً ﻭَﺍﺭْﺯُﻗْﻨَﺎ ﺍﻟﺘِﺒَﺎﻋَﺔَ ﻭَﺃَﺭِﻧَﺎ ﺍﻟﺒَﺎﻃِﻞَ ﺑَﺎﻃِﻼً
ﻭَﺍﺭْﺯُﻗْﻨَﺎ ﺍﺟْﺘِﻨَﺎﺑَﻪُ، ﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻚَ ﻳَﺎ ﺃَﺭْﺣَﻢَ ﺍﻟﺮَّﺍﺣِﻤِﻴﻦَ .


"Ya Allah Tunjukilah kami kebenaran dan berikan kami jalan untuk mengikutinya, dan tunjukanlah kami kebatilan dan berikan kami jalan untuk menjauhinya"

Dan sungguh Nabi SAW telah memerintahkan Ali Ibnu Abu Thalib ra. untuk meminta kepada Allah petunjuk dan kebenaran:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالسَّدَادَ


“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk dan kebenaran.” (HR. Muslim).
Naah… Shobat,
Haq & baik itu sekat perbedaannya TiBed (Tipis tapi Beda). Apalagi di zaman ini makna “Haq” itu sendiri di Absurdkan hingga benang merahnya pudar.
Sehingga seseorang jikalau phsycologinya sdh di-Pangku. …. ( WASSALAM… ).